img

Muatan Toleransi dalam Pendidikan Agama di Sekolah: Pengalaman Enam SMA di Yogyakarta

Pendidikan Agama yang diselenggarakan sekolah semestinya menjawab kebutuhan siswa dalam menghadapi tantangan zaman (Listia, Arham, & Gogali, 2007). Salah satu tantangan saat ini adalah persoalan toleransi, termasuk di lingkungan sekolah. Penelitian ini bermaksud mengetahui sejauh mana Pendidikan Agama mempromosikan toleransi. Sebagai panduan, penelitian ini menggunakan empat model teologi agama dari Knitter dan tiga metode penyelenggaraan Pendidikan Agama yang diperkenalkan Seymour dan Christiani.

Penelitian dilakukan di dua SMA negeri dan empat SMA swasta berbasis agama di Yogyakarta yang dipilih secara purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah cenderung bersikap moderat terhadap toleransi. Pendidikan Agama yang diselenggarakan cenderung konvensional dengan materi yang diajarkan dominan menurut model inklusif. Dari segi metode, cenderung diselenggarakan dengan model behind the wall. Meski begitu, ada yang mulai memperkenalkan metode dialog dengan pemeluk agama yang berbeda.

Perspektif guru Pendidikan Agama terhadap toleransi cenderung moderat. Namun ada yang progresif, berusaha menumbuhkembangkan perilaku toleran dan “melek agama” (religious literacy) di kalangan siswa. Dalam praktik pengajaran, kebanyakan sekolah menggunakan model inklusif dengan metode behind the wall. Namun ada pula yang menggunakan model pluralis dengan metode at the wall. Model ini memberi kontribusi yang relatif signifikan bagi pengembangan toleransi di kalangan siswa. Sekolah dengan sikap moderat-terbuka, didukung guru Pendidikan Agama berperspektif progresif, yang menyelenggarakan Pendidikan Agama dengan model tersebut.

 

Kata kunci: Pendidikan Agama, religious literacy, toleransi

 

Unduh laporan dan paper di: s.id/toleransisma

Posting terkait